METODE AIR REFUELING, FLYING BOOM VERSUS HOSE AND DROGUE


LATAR BELAKANG


Semenjak pesawat terbang pertama kali diterbangkan oleh Wright Bersaudara, pesawat menjadi senjata jenis baru yang digunakan oleh pihak-pihak yang memiliki kekuatan militer besar di dunia. Penggunaan pesawat secara besar-besaran dalam Perang Dunia I yang menjadikannya sebagai senjata strategis baru oleh pihak-pihak yang bertikai meningkatkan peranan pesawat. Nama-nama seperti Red Baron yang berhasil menjadi ace pada konflik ini menunjukkan bahwa pertempuran udara pada Perang Dunia I ini telah menjadi bagian penting dalam berbagai palagan. Keinginan untuk menambah jarak tempuh pesawat  menjadi latar dari pengisian bahan bakar di udara.

SEJARAH


Tahun 1917, seorang pilot dari Angkatan Laut Kekaisaran Rusia, Alexander P. de Seversky, mengajukan untuk menambah jarak pesawat tempur dengan mengisi bahan bakar selama penerbangan.


Beliau selanjutnya berimigrasi ke Amerika dan mengembangkan sistem pengisian bahan bakar di udara.


Percobaan Pengisian Pertama

Percobaan pengisian bahan bakar di udara dilakukan oleh pihak sipil pada 21 November 1921 yang dilakukan oleh Wesley "Wes" May, Frank Hawk dan Earl Daugherty. Metode yang dilaksanakan oleh mereka bisa dibilang primitif, berani dan berisiko tinggi. Pertama-tama, Wes membawa tangki bahan bakar di punggungnya dan lepas landa dengan menggunakan pesawat Lincoln Standar biplane bersama Frank di kursi penumpang sedangkan Earl Daugherty lepas landas menggunakan Curtis Jenny. Setelah berada di ketinggian 1000 kaki atau sekira 305 meter, Earl mendekatkan pesawatnya dengan pesawat Frank dan Wes berjalan di atas sayap pesawat dan berjalan ke arah ujung sayap kanan. 


Percobaan pengisian bahan bakar pertama
Photo Credit : http://fly.historicwings.com/wp-content/uploads/2012/11/HighFlight-AerialRefueling6.jpg
Setelah mendekati ujung sayap kiri dari pesawat Earl, Wes meraih topangan yang berada di bawah sayap tersebut dan menarik dirinya menapaki sayap Curtis Jenny Earl. Setelah itu, Frank berjalan ke arah tempat duduk penumpang yang berada di depan pilot untuk kemudian melakukan pengisian bahan bakar. Hal ini bisa dilakukan mengingat Wesley May adalah ahli pejalan di atas sayap (wing walker) yang terbiasa melakukan aksi berani tersebut.

Percobaan oleh Pihak Militer

Setahun setengah setelah adanya percobaan pengisian bahan bakar di udara oleh Wes, Frank dan Earl, tepatnya tanggal 27 Juni 1923 US Army Air Service melakukan percobaannya sendiri dengan menggunakan Airco DH-4B biplane. Metode yang digunakan mirip dengan metode yang digunakan saat ini. Pesawat yang diawaki oleh Letnas Satu Virgil Hine sebagai pilot dan Letnan Satu Frank Seifert sebagai penumpang menjadi pesawat tanker semenetara pesawat yang dipiloti oleh Kapten Lowell Smith dan dibantu oleh Letnan John Richter sebagai pesawat penerima. Pesawat tanker terbang di atas ketinggian pesawat penerima, lalu Letnan Satu Frank Seifert mengulurkan selang bahan bakar ke arah belakang sementar pesawat penerima yang mendekati dari arah bawah mendekati untuk kemudian selang tersebut diambil oleh Letnan John Richter dan menempatkannya di tangki bahan bakar. Kemudia Letnan John memberikan isyarat kepada Letnan Frank untuk memulai pemindahan bahan bakar. 
Metode ini kembali digunakan dua bulan kemudian pada tanggal 27 dan 28 Agustu 1923 dengan menggunakan tiga pesawat DH-4B dalam rangka memecahkan rekor ketahanan. Satu pesawat sebagai penerima sementara dua pesawatnya bertugas sebagai pesawat pengisi bahan bakar dan pengisi oli mesin. Rekor penerbangan yang diraih selama 37 jam di angkasa San Diego.


Pengisian bahan bakar di udara dengan pesawat DH-4B oleh US Army Air Service
Photo Credit : http://fly.historicwings.com/wp-content/uploads/2012/11/HighFlight-AerialRefueling1.jpg

Hal ini mendorong pihak lain untuk memecahkan rekor ketahanan di udara dengan menggunakan metode pengisian bahan bakar di udara. Dari Belgia, Resimen Udara Pertama Penerbangan Militer Belgia dengan menggunakan dua pesawat DH 9 yang dilakukan oleh Lois Grooji dan Groenen memecahkan rekor yang ada dengan penerbangan selama 60 jam dan 7,5 menit. 
Pihak Korps Udara Angkatan Darat Amerika atau US Army Air Corps berusaha untuk melampaui rekor tersebut. Dengan menggunakan pesawat Atlantic-Fokker-C2A yang dinamakan Question Mark, dipimpin oleh Mayor Carl Spaatz dengan awak Kapten Ira Aaker, Letnan Elwoon Quesada, Letnan Satu Harry A Halverson dan Sersan Roy W Hooe. Didukung oleh dua pesawat kargo Douglas C-1 sebagai pesawat tanker dan supplier, Question Mark memecahkan rekor penerbangan selama 150 jam. Suplai makanan, bahan bakar, oli mesin dan sebagainya dilakukan oleh kedua Douglas C-1 sedangkan komunikasi dilakukan melalui sinyal flare, bendera, senter, kantung yang diberi pemberat atau pesan yang dituliskan di sisi pesawat tempur PW-9D yang dicat hitam sehingga dinamakan blackboard planes atau pesawat papan tulis, mengingat radio komunikasi saat itu belum bisa diandalkan.

Pesawat Atlantic-Fokker-C2A "Question Mark" (bawah) sedang melaksanakan pengisian bahan bakar di udara dari pesawat Douglas C-1
Photo Credit: wikipedia


Jenis pesawat tempur PW-9D yang membantu menjadi papan tulis untuk memberikan pesan kepada Question Mark
Photo Credit : http://fly.historicwings.com/wp-content/uploads/2013/01/HighFlight-QuestionMark4.jpg 

Atraksi ini memberikan gambaran bahwa pengisian bahan bakar di udara dapat diimplementasikan pada pesawat militer.

DROGUE VS BOOM, APA DAN KENAPA


Ada dua metode yang populer digunakan oleh angkatan udara yang ada di dunia yaitu Flying Boom dan Hose and Drogue.


FLYING BOOM


Metode Flying Boom digunakan oleh AU AS alias USAF. Teknologi yang dibangun oleh Boeing pertama kali menggunakan basis dari pesawat pembom B-29 yang merupakan pesawat terbesar dalam inventori Amerika. Boeing bereksperimen dengan teknologi Flying Boom ini tanpa didanai oleh pihak USAF. Hasilnya, Boeing membuat suatu tipe pesawat tanker yang pertama kalinya menggunakan Flying Boom.Tipe pesawat ini diberi kode KB-29P. Adapun KB-29M adalah tanker yang menggunakan metode looped hose.


Pesawat tanker KB-29P. Perhatikan Boom yang berada di belakang ekor pesawat.
Photo Credit : https://en.wikipedia.org/wiki/Boeing_KB-29_Superfortress#/media/File:420th_Air_Refueling_Squadron_Bell-Atlanta_KB-29P-45-BA_Superfortress_44-83906.jpg
                   

Pesawat tanker dengan metode ini mudah dikenali dengan adanya pipa panjang di belakangnya.  Metode ini menjadi pilihan terutama oleh pihak Strategic Air Command atau Komando Udara Strategis yang mengoperasikan pesawat-pesawat pembom di lingkungan USAF. 
Dengan cara ini, para pesawat pembom Amerika dapat menjangkau semua tempat di dunia ini tanpa harus mendarat di suatu tempat yang mungkin rawan dari ancaman pihak-pihak yang kurang bersahabat.
Hingga saat ini, Boom dengan ekor model "V" nya masih digunakan oleh pihak USAF dan pihak lainnya yang mengoperasikan armada tanker dengan system Flying Boom.


Operator Boom di pesawat tanker
Photo Credit: http://i.kinja-img.com/gawker-media/image/upload/s--Ko2FpF6t--/kaj8klm3eah2fkojwzgz.jpg


Kelebihan Metode Flying Boom ini adalah 
  • Dapat menghantarkan 6.000 lbs per menit atau sekitar 2.800 kilogram per menit. Untuk pesawat-pesawat besar yang mempunyai kapasitas bahan bakar yang besar, hal ini bermanfaat karena waktu yang diperlukan untuk mengisi tangki bahan bakar menjadi lebih singkat.
  • Pengisian bahan bakar dapat dilakukan dalam kondisi cuaca yang buruk (karena menggunakan boom yang bersifat kaku sehingga tidak mudah untuk dipengaruhi oleh kondisi angin)
  • Kesalahan pilot dapat dikurangi karena boom dioperasikan oleh operator dan pilot hanya cukup mendekati dan menyamakan pesawatnya dengan tanker.
  • Pesawat tanker yang memiliki sistem Flying Boom dapat diubah menjadi sistem Hose and Drogue dalam waktu relatif singkat. Untuk itu, pesawat-pesawat tanker USAF biasanya sudah memiliki kit untuk mengakomodasi ini.
Kekurangannya :
  • Membutuhkan operator boom yang terlatih
  • Modifikasi yang dilakukan untuk menempatkan boom ke suatu pesawat sulit untuk dilakukan dan membutuhkan perencanaan yang rumit.
  • Boom ini hanya memungkinkan pengisian satu pesawat saja.
  • Pesawat tempur tidak bisa menerima bahan bakar dengan tingkat mengalirkan bahan yang tinggi  yang menjadi kelebihan dari sistem ini. Akibatnya, untuk pengisian bahan bakar pada pesawat tempur, kelebihan dari flying boom ini tidak dapat dimanfaatkan.
  • Dikarenakan sistem ini lebih banyak digunakan oleh pihak USAF, maka pada saat pelaksanaan operasi gabungan dengan USMC atau USN atau negara lain, hal ini menjadi isu karena kebanyakan pihak-pihak ini mengoperasikan pesawat yang mampu disuplai bahan bakarnya dengan sistem Hose and Drogue. Hal ini juga sering dikeluhkan oleh pilot-pilot pesawat tempur USN karena mereka harus antri lama untuk bisa mengisi bahan bakar dan pada saat pesawat terakhir sudah mengisi bahan bakar, pesawat yang pertama sudah harus mengisi kembali bahan bakarnya

Di bawah ini merupakan tanker-tanker yang menganut sistem Flying Boom yang masih aktif di angkatan udara di dunia.

KC-10 USAF dengan Boom di ekornya
Photo Credit :http://www.18af.amc.af.mil/shared/media/photodb/photos/050605-F-9471G-004.jpg
KC-135 USAF dengan Boom di ekornya
Photo Credit : http://vignette4.wikia.nocookie.net/aircraft/images/5/51/KC-135_Stratotanker_Aerial_Refueling_Aircraft.jpg/revision/latest?cb=20121219215949
KC-767 Japan Air Self-Defense Force
Photo Credit : http://www.key.aero/central/images/articles/5126.jpg



HOSE AND DROGUE



KC-130 sedang mengalirkan bahan bakar kepada dua F/A-18 Hornet dengan metode Hose and Drogue
Photo Credit :http://fas.org:8080/man/dod-101/sys/ac/kc-130-tanker.jpg

Juga dikenal dengan nama Probe and Drogue. Dikembangkan pertama kali oleh perusahaan Inggris, Flight Refuelling Limited (saat ini menjadi Chobam @www.cobham.com) di tahun 1949. Sistem ini dikembangkan dari sistem looped hose. Pertama kali dicoba pada Avro Lancaster III dan Gloster Meteor sebagai pesawat penerima bahan bakarnya.




Pengisian bahan bakar oleh Avro Lancaster III terhadap Gloster Meteor tahun 1949
Photo Credit : https://www.flickr.com/photos/27862259@N02/6437003071

Kelebihan Metode Hose and Drogue/Probe and Drogue ini adalah :

  • Mampu mengisi bahan bakar tiga penerima secara sekaligus.
  • Apabila salah satu dari selang pemberi bahan bakar rusak, masih dapat melakukan proses transfer bahan bakar di selang yang lain. Hal ini tidak mungkin dilakukan pada pesawat tanker yang menganut sistem boom yang hanya memiliki satu saluran pemberi bahan bakar.
  • Karena bersifat flexibel, Hose/Drogue Unit atau HDU ini praktis lebih aman dibandingkan boom yang bersifat berat dan kaku yang pada akhirnya membatasi pergerakannya.
  • Lebih mudah dipasang pada pesawat yang ada tanpa harus melakukan banyak modifikasi seperti halnya yang sering dilaksanakan oleh US Navy dengan menjadikan F/A-18 Hornet mereka sebagai tanker apabila keadaan mendesak.
  • Cocok digunakan untuk kebanyakan pesawat baik pesawat sayap tetap ataupun helikopter.

Kekurangannya :
  • Kemampuan mengalirkan volume bahan bakar yang rendah dibandingkan dengan boom. 
  • Karena ringan, selang bahan bakar sulit untuk dikendalikan apabila ada gangguan cuaca. 
  • Dibutuhkan konsentrasi pilot karena pilotlah yang menuntut pesawatnya untuk bisa mendekati dan memasukkan unit penerima bahan bakar ke dalam drogue dari pesawat tanker. Hal ini bisa menambah faktor kelelahan bagi pilot.
  • Tidak mudah untuk dikonversikan ke sistem boom apabila diperlukan.


Pengisian bahan bakar dua Su-30MKI AU India oleh Il-78 Midas dengan menggunakan metode hose and drogue dari kedua sayap.
Photo Credit : http://sajeevpearlj.blogspot.co.id/2015/02/airbus-330-mrtt-supply-tankers-to-iaf.html

Demonstrasi pengisian bahan bakar dari F/A-18F Super Hornet ke F/A-18C Hornet saat Parade Laut dan Udara San Diego.
Photo Credit : https://commons.wikimedia.org/wiki/File:F-18_Buddy_Refueling.jpg 
Pada foto di atas dapat dilihat bahwa sebuah pesawat tempur dapat dirubah menjadi pesawat tanker untuk bisa melakukan misi pengisian bahan bakar bagi pesawat tempur lainnya dengan menambahkan pod di bagian tengah yang berisi selang dan dan pompa penyaluran bahan bakar dengan menggunakan metode hose and drogue. 

Untuk mengatasi kelemahan hose and drogue terutama saat cuaca kurang bersahabat dengan angin kencang, sedang dikembangkan Actively Stabilized Refueling System di mana drogue yang digunakan memiliki kendali aktif yang bertujuan untuk menstabilkan gerakan drogue agar memudahkan pada saat pengisian bahan bakar dalam kondisi cuaca yang kurang bersahabat. Hasil percobaan tersebut dapat dilihat pada video di bawah ini.




Karena pengguna metode Hose and Drogue ini lebih banyak dibandingkan dengan metode Boom, negara-negara pembuatnya pun memiliki standar yang berbeda. Hal ini menjadikan tidak semua sistem Hose and Drogue di semua pesawat bisa cocok dengan tankernya. Sebagai contoh, Rusia dengan Il-78 nya menggunakan sistem dari Sakhalin/Severin UPAZ-1/1A aerial refuelling pod yang cocok untuk pesawat buatan Rusia. Sedangkan Amerika dan sekutunya, baik itu NATO, menggunakan sistem yang coupler MA-4. 


Drogue standard yang digunakan oleh Amerika dan sekutunya
Photo Credit : http://www.cobham.com/media/1551313/drogue.jpg

TANKER TNI AU

Semenjak pembelian C-130B Hercules oleh pemerintah Indonesia pada awal tahun 1960-an, Hercules telah menjadi tulang punggung bagi transportasi dan logistik di lingkungan TNI. Bersamaan dengan pembelian C-130B, pemerintah Indonesia juga membeli dua KC-130B yang merupakan versi yang dapat dirubah menjadi tanker. Menariknya, Amerika sendiri tidak banyak menggunakan KC-130B dan cenderung untuk membuat tanker khusus dengan menggunakan basis C-130 yaitu dari versi KC-130F hingga ke KC-130J Super Hercules.
TNI AU memiliki dua buah KC-130B dengan nomor seri A-1309 dan A-1310. Dioperasikan sejak tanggal 18 April 1961 sedangkan saat itu belum ada pesawat TNI AU yang didominasi oleh pesawat Uni Soviet yang memiliki kemampuan untuk melakukan pengisian bahan bakar di udara. Kedua tanker ini menggunakan sistem hose and drogue dan dapat melakukan pengisian bahan bakar dua pesawat tempur sekaligus. 


KC-130B A-1309 TNI AU
Photo Credit : planespotters.net

Baru setelah TNI AU membeli A-4 Skyhawk dari Israel yang telah dilengkapi dengan alat untuk melakukan pengisian bahan bakar di udara, fungsi KC-130B ini dapat berlangsung.
A-4 Skyhawk TNI AU sedang melakukan pengisian bahan bakar di udara dari KC-130B Hercules
Photo Credit : Dispen AU
Pada saat Sukhoi Su-27SKM dan Su-30MK2 yang dilengkapi dengan probe untuk bisa melakukan pengisian bahan bakar di udara, misi ini kembali diemban oleh KC-130B.


Ujicoba pengisian bahan bakar Su-30MK2 TNI AU dengan KC-130B
Photo Credit : Facebook/TNI-AU
KC-130B A-1310 jatuh di Medan pada tanggal 30 Juni 2015 setelah mengalami kegagalan mesin setelah lepas landas dari Lanud Soewondo Medan. Hal ini menjadikan A-1309 sebagai satu-satunya tanker yang dimiliki oleh TNI AU. Sedangkan usia dari KC-130B yang ada saat ini pun telah melebihi setengah abad yang menyebabkan turunnya kesiapan operasional.

Dilema yang dihadapi oleh TNI AU dalam misi pengisian bahan bakar pun bisa bertambah dengan bertambahnya F-16C/D-52ID, melengkapi F-16A/B Blok 15 OCU yang sama-sama memiliki sistem pengisian bahan bakar default ala USAF yaitu boom. Sistem pengisian bahan bakar di udara ini telah membuktikan bahwa jangkauan pesawat dapat ditambah dan hanya terbatas pada kemampuan fisik awak pesawatnya. Pengantaran F-16 dari Amerika ke Indonesia secara ferry dibantu dengan sistem pengisian bahan bakar yang disuplai oleh tanker-tanker USAF telah menjadi bukti bahwa pengisian bahan bakar di udara menjadi penting terutama untuk Indonesia yang memiliki negara yang luas dengan kuantitas pesawat tempur yang masih terpusat di beberapa tempat tertentu seperti di Pulau Jawa, Sumatera dan Sulawesi. 

Oleh karena adanya dua sistem pengisian bahan bakar yang berbeda dari pesawat TNI AU ini, maka dibutuhkan suatu pesawat tanker yang mampu mengakomodasi kebutuhan tersebut. Jumlah yang diperlukannya pun tidak sedikit sehingga memungkinkan mendukung operasi militer yang dilaksanakan oleh TNI AU dengan memperhitungkan pesawat yang menjalani perawatan dan penempatan di pangkalan udara di beberapa tempat yang membutuhkan.

Ada beberapa kandidat tanker yang telah digunakan oleh beberapa angkatan udara di dunia yang menggunakan kedua sistem tersebut, seperti Airbus A330 MRTT (Multi Role Tanker Transport) yang mengawinkan dua sistem tersebut dalam pesawat yang berbasis Airbus A330 yang telah banyak digunakan dalam penerbangan komersil. Pesawat tanker ini telah menjadi pilihan bagi beberapa angkatan udara.


Airbus A-330 MRTT
Photo Credit : militaryaircraft-airbusds.com

Boeing KC-135 Stratotanker yang juga memiliki sistem yang mirip dengan Airbus A330 MRTT yang memiliki sistem multi point refuelling. Mengambil dasar pesawat Boeing 707, pertama kali diperkenalkan pada tahun 1956 dan sampai saat ini masih dipergunakan oleh berbagai angkatan udara di belahan dunia.


Sebuah KC-135 USAF dari Skadron Ekspedisi Pengisian Udara 340 sedang melakukan pengisian udara untuk sebuah pesawat Tornado GR-4 Angkatan Udara Kerajaan Inggris di atas Irak menggunakan sistem pengisian multi-point.
Photo Credit : 
aviationspectator.com

Kebutuhan tanker udara ini menjadi bagian penting dalam mendukung operasi militer yang membutuhkan kemampuan jarak jauh dalam melaksanakan misi yang mampu mencapai sasaran yang dituju tanpa harus melakukan pendaratan di berbagai pangkalan yang tentunya juga belum tentu bersahabat dan membutuhkan waktu tambahan yang sangat berharga.

Sumber :
http://www.centennialofflight.net/essay/Evolution_of_Technology/refueling/Tech22.htm
http://fly.historicwings.com/2012/11/first-aerial-refueling/
https://en.wikipedia.org/wiki/Question_Mark_(aircraft)
https://en.wikipedia.org/wiki/Aerial_refueling
http://www.globalsecurity.org/military/world/russia/aircraft-tanker.htm
History of Air-To-Air Refuelling Richard M Tanner, MBE
CRS Report for Congress Air Force Aerial Refueling Methods: Flying Boom versus Hose-and-Drogue

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CENTURIES SERIES FIGHTERS - Part 1 - THE HUN F-100 SUPER SABRE

OERLIKON MILLENIUM 35mm NAVAL REVOLVER GUN

PHALANX CIWS